Dakwah Info/Manajemen Dakwah
Memahami Sejarah Terbentuknya Konsep dan Sistem Kebijakan Ekonomi pada masa Rasululloh dan Khulafa’urrosyidin
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Memahami
Sejarah Terbentuknya
Konsep dan
Sistem Kebijakan Ekonomi
pada masa
Rasululloh dan Khulafa’urrosyidin
Makalah
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas
Dinamika
Pemikiran Lembaga Dakwah
Dosen
Pengampu: Dr. Muhammad Firdaus, BA., MA., Ph.D.
Oleh:
Muhammad Hafizul Aripin NIM:
21220530000014
PRODI MAGISTER MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA2023 M / 1445 H
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...................................................................................................... 2
PENDAHULUAN............................................................................................... 3
A. Latar Belakang.......................................................................................... 3
PEMBAHASAN.................................................................................................. 4
A. Sistem Perekonomian Pada Zaman
Rasululloh......................................... 4
B. Sistem Perekonomian Pada Zaman
Khulafa’urrosyidin............................ 10
PENUTUP............................................................................................................ 16
A. Kesimpulan ............................................................................................... 16
B. Aplikasi..................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kehidupan
Rasulullah SAW. dan masyarakat Muslim di masanya adalah teladan yang paling
baik dalam implementasi ajaran Islam, termasuk dalam bidang ekonomi. Pada
periode Makkah masyarakat Muslim belum sempat membangun perekonomian, sebab
masa itu penuh dengan perjuangan untuk mempertahankan diri dari intimidasi
orang-orang Quraisy. Barulah pada periode Madinah Rasulullah memimpin sendiri
membangun masyarakat Madinah sehingga menjadi masyarakat sejahtera dan beradab.
Meskipun perekonomian pada masa beliau relatif masih sederhana, tetapi beliau
telah menunjukkan prinsip-prinsip yang mendasar bagi pengelolaan ekonomi (Hasbi
Hasan, 2009).[1]
Secara
umum, ekonomi adalah perilaku manusia yang berhubungan dengan bagaimana proses
dan cara memperoleh dan mendayagunakan produksi, distribusi, dan konsumsi.
Ekonomi berkaitan dengan perilaku manusia yang didasarkan pada landasan serta prinsip-prinsip yang menjadi dasar acuan.
Ilmu
ekonomi Islam sebagai sebuah studi ilmu pengetahuan modern baru yang muncul
pada tahun 1970-an, akan tetapi pemikiran tentang ekonomi Islam telah muncul
sejak Islam itu diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW.
Rujukan
atau landasan utama pemikiran ekonomi Islam adalah Al Qur‟an dan hadits.
Pemikiran ekonomi Islam muncul bersamaan dengan diturunkannya Al Qur‟an dan
masa kehidupan Rasulullah pada akhir abad 6 M hingga awal abad 7 M.
Hal
ini yang mendasari penulis untuk mengkaji kebijakan ekonomi serta kebijakan
fiskal pada masa Rasulullah SAW, dan masa
generasi setelahnya yakni masa Khulafa’urrosyidin. Dimana kebijakan-
kebijakan ini dalam sejarah merupakan pondasi serta langkah awal dalam
peradaban Islam.
PEMBAHASAN
A. Sistem Ekonomi pada zaman Rasululloh SAW
Rasululloh
menyelesaikan permasalahan ekonomi di Madinah dilakukan setelah menyelesaikan
urusan politik dan masalah konstitusional. Rasulullah meletakkan sistem ekonomi
negara sesuai dengan ajaran al-Qur’an. Al-Qur’an telah meletakkan dasar-dasar
ekonomi. Prinsip Islam yang dapat dijadikan poros dalam semua urusan duniawi
termasuk masalah ekonomi adalah kekuasan tertinggi hanyalah milik Allah swt.
semata (QS, 3: 26, 15:2, 67:1) dan manusia diciptkan sebagai khalifah-Nya di
muka bumi (QS, 2:30,
4:166, 35:39), sebagai pengganti Allah di muka bumi, Allah melimpahkan urusan
bumi untuk dikelola manusia sebaik-baiknya. Kamakmuran dunia merupakan pemberian
Allah Swt. dan manusia akan dapat mencapai
keselamatannya jika ia dapat menggunakan kemakmuran tersebut dengan
baik dan dapat memberikan keuntungan bagi orang lain.[2]
Dalam sistem ekonominya, Islam mengakui kepemilikan pribadi,
Dalam mencari nafkah kaum muslimin berkewajiban mencara nafkah yang halal dan
dengan cara yang adil. Rasulullah pun menganjurkan mencari nafkah yang baik
adalah melalui perniagaan dan jual beli. Dalam berniagaan Rasulullah melarang
mencari harta kekayaan dengan cara-cara yang ilegal dan tidak bermoral. Islam
tidak mengakui permbuatan menimbun kekayaan atau mengambil keuntungan atas
kesulitan orang lain. Di sisi lain, terdapat pula cara-cara perniagaan yang
dilarang oleh Islam , misalnya judi, menimbunan kekayaan, penyelundupan, pasar
gelap, korupsi, bunya, riba dan aktivitas-aktivitas yang sejenisnya.
Beberapa
kebijakan perekonomian yang di terapkan pada zaman Nabi Muhammad di Madinah,
sebagai berikut:
a.
Memfungsikan Baitul
Maal
b. Pendapatan Nasional dan Partisipasi Kerja
c. Kebijakan Fiskal Berimbang
d. Kebijakan Fiskal Khusus
Adapun beberapa sektor pemasukan uang negara pada
Zaman Nabi sebagai berikut:
1)
Zakat
Zakat
adalah salah satu dari dasar ketetapan Islam yang menjadi sumber utama pendapatan di dalam suatu pemerintahan Islam pada periode klasik.
Sebelum diwajibkan zakat bersifat suka rela dan belum ada peraturan khusus atau
ketentuan hukum. Peraturan mengenai pengeluaran zakat muncul pada tahun ke
sembilan hijriyah ketika dasar Islam telah
kokoh.[3]
Pada masa
Rasulullah, zakat dikenakan pada hal-hal sebagai berikut:[4]
o Benda logam yang terbuat dari
emas seperti koin, perkakas, ornamen atau dalam bentuk lain
o Benda logam yang terbuat
dari perak, seperti
koin, perkakas, ornamen atau
dalam bentuk lainnya
o Binatang ternak
unta, sapi domba dan kambing
o Berbagai jenis barang dagangan
termasuk budak dan hewan
o Hasil pertanian termasuk buah-buahan
o Luqta, harta benda yang ditinggalkan musuh
o Barang temuan.
Zakat emas dan perak ditentukan bedasarkan beratnya, binatang ternak ditentukan berdasarkan
jumlahnya, dan barang dagangan, bahan
tambang, dan luqta ditentukan
berdasarkan nilainya serta zakat hasil pertanian dan buah-buahan ditentukan
berdasarkan kuantitasnya.
2) Ushr
Ushr adalah
bea impor yang dikenakan
kepada semua pedagang dimana pembayarannya hanya sekali dalam satu tahun dan
hanya berlaku terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham. Tingkat bea orag-orang yang dilindungi adalah 5% dan
pedagang muslim 2,5%. Hal ini juga terjadi di Arab sebelum masa Islam, terutama
di Mekkah, pusat perdagangan terbesar. Yang menarik dari kebijakan Rasulullah
adalah dengan menghapuskan semua bea impor dengan tujuan agar perdagangan
lancar dan arus ekonomi dalam perdangan cepat mengalir sehingga perekonomian di
negara yang beliau pimpin menjadi lancar. Beliau mengatakan bahwa barang-barang
milik utusan dibebaskan dari bea impor di wilayah muslim, bila sebelumya telah
terjadi tukar menukar barang.
3)
Wakaf
Wakaf
adalah harta benda yang didedikasikan kepada umat Islam yang disebabkan karena
Allah SWT dan pendapatannya akan didepositokan di baitul maal.
4)
Amwal Fadhla
Amwal
Fadhla berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris,
atau berasal dari barang-barang seorang muslim yang meninggalkan negerinya.
5)
Nawaib
Nawaib yaitu pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan kepada kaum
muslimin yang kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat
dan ini pernah terjadi pada masa perang tabuk.
6)
Zakat Fitrah
Zakat
fitrah ini diwajibkan bagi kaum muslimin dalam satu tahun sekali sebagai
pembersih harta yang mereka miliki. Tepatnya pada bulan ramadhan dan zakat
fitrah ini hingga sekarang semakin menunjukkan perkembangannya karena bersifat
wajib.
7)
Khums
Khumus
adalah karun/temuan. Khumus sudah
berlaku pada periode sebelum Islam.
8)
Kafarat
Kafarat
adalah denda atas kesalahan yang dilakukan seorang muslim pada acara keagamaan
seperti berburu di musim haji. Kafarat juga biasa terjadi pada orang-orang
muslim yang tidak sanggup melaksanakan kewajiban seperti seorang yang sedang
hamil dan tidak memungkin jika melaksanakan puasa maka dikenai kafarat sebagai
penggantinya.
Adapun
Kebijakan Pemasukan dari nonmuslim sebagai berikut:
1) Jizyah
Jizyah
adalah pajak yang dibayarkan oleh orang nonmuslim khususnya ahli kitab sebagai
jaminan perlindungan jiwa, properti, ibadah, bebas dari nilai-nilai dan tidak
wajib militer. Pada masa Rasulullah s.a.w. besarnya jizyah satu dinar pertahun untuk orang dewasa yang mampu
membayarnya. Perempuan, anak-anak, pengemis, pendeta, orang tua, penderita
sakit jiwa dan semua yang menderita penyakit dibebaskan dari kewajiban ini. Di
antara ahli kitab yang harus membayar pajak sejauh yang diketahui adalah
orang-orang Najran yang beragama Kristen pada Tahun keenam setelah Hijriyah.
Orang- orang Ailah, Adhruh dan Adhriat membayarnya pada perang Tabuk.
Pembayarannya tidak harus berupa uang tunai, tetapi dapat juga berupa barang
atau jasa sepeti yang disebutkan Baladhuri dalam kitabnya Fhutuh al-Buldan,
ketika menjelaskan pernyataan lengkap
perjanjian Rasulullah s.a.w dengan orang-orang Najran yang dengan jelas
dikatakan: “......Setelah dinilai, dua ribu pakaian/garmen masing-masing
bernilai satu aukiyah, seribu garmen dikirim pada bulan Rajab tiap
tahun, seribu lagi pada bulan Safar tiap tahun. Tiap garmen berniali
satu aukiyah, jadi bila ada yang
bernilai lebih atau kurang dari satu aukiyah,
kelebihan atau kekurangannya itu substitusi garmen harus diperhitungkan.
2)
Kharaj
Kharaj adalah
pajak tanah yang dipungut dari kaum nonmuslim ketika
khaibar ditaklukkan. Tanahnya diambil alih oleh orang muslim dan pemilik
lamanya menawarkan untuk mengolah tanah tersebut sebagai pengganti sewa tanah
dan bersedia memberikan sebagian hasil produksi kepada negara. Jumlah kharaj dari tanah ini tetap yaitu
setengah dari hasil produksi yang diserahkan kepada negara. Rasulullah s.a.w
biasanya mengirim orang yang memiliki pengetahuan dalam maslah ini untuk
memperkirakan jumlah hasil produksi. Setelah mengurangi sepertiga sebagai
kelebihan perkiraan, dua pertiga bagian dibagikan dan mereka bebas memilih
yaitu menerima atau menolak pembagian tersebut. Prosedur yang sama juga
diterapkan di daerah lain. Kharaj ini
menjadi sumber pendapatan yang peting.
3)
Ushr
Ushr adalah bea impor yang dikenakan
kepada semua pedagang, dibayar hanya sekali dalam setahun dan hanya berlaku
terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham. Tingkat bea orang-orang
yang dilindungi adalah 5% dan pedagang muslim 2,5%. Hal ini juga terjadi di
Arab sebelum masa Islam, terutama di Mekkah, pusat perdagangan terbesar.
Menurut Hamidullah, Rasulullah s.a.w berinisiatif mempercepat peningkatan perdagangan, walaupun menjadi beban
pendapatan negara. Ia menghapuskan semua bea masuk dan dalam banyak perjanjian
dengan berbagai suku menjelaskan hal
tersebut. Ia mengatakan “barang-barang milik utusan dibebaskan dari bea impor
di wilayah muslim, bila sebelumnya telah terjadi tukar menukar barang”
Adapun Kebijakan Pengeluaran Pemerintahan Islam Pada zaman Rasulullah SAW, pengeluaran negara antara lain
diarahkan untuk penyebaran Islam, pendidikan dan kebudayaan, pengembangan ilmu
pengetahuan, pembangunan infrastruktur, pembangunan armada perang dan penjaga
keamanan, serta penyediaan layanan kesejahteraan sosial.
1)
Penyebaran Islam
Penyebaran Islam dipersiapkan sesuai dengan aturan dan etika
yang sesuai dengan fiqih. Dampak ekonomi penyebaran Islam adalah meningkatnya
AD sekaligus AS. AD meningkat dalam arti bahwa populasi negeri-negeri yang
ditaklukkan itu masuk ke daerah Islam. Pada saat yang sama, banyak tanah yang
tidak produktif karena tidak dapat digarap oleh golongan Anshar berubah menjadi
produktif karena diolah oleh golongan Muhajirin.
Dampak lain penaklukkan negara-negara di sekitar pusat Islam adalah
meningkatnya penadapatan baitul maal sebagai
keuangan publik.
2) Pendidikan dan Kebudayaan
Pada
masa pemerintahan Rasulullah SAW, pendidikan dan kebudayaan mendapat perhatian
utama. Kebijakan ini berlanjut pada masa pemerintahan berikutnya dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
3)
Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup pesat terjadi pada waktu meletusnya
Perang Haibar. Saat itu diciptakan alat perang berupa pelempar batu dan benteng
yang bisa bergerak.
4)
Pembangunan Infrastruktur
Infrastruktur merupakan hal yang sangat penting dan mendapat
perhatian yang besar. Pada zaman Rasulullah dibangun infrastruktur berupa sumur
umum, pos, jala raya, dan pasar.
5)
Penyediaan Layanan
Kesejahteraan Sosial
Subsidi negara untuk para fuqara dan masakin diberikan dalam jumlah
besar, disamping itu mereka dijamin oleh pemerintah selama satu tahun agar
tidak berkekurangan. Imam Nawawi mengajarkan pentingnya pemberian modal yanmg
cukup besar kepada orang-orang yang tidak mampu untuk memulai bisnis sehingga
mereka terangkat dari garis kemiskinan.
Langkah-langkah untuk
mewujudkannya sebagai berikut:
a) Pemenuhan kebutuhan
dasar para mustahiq
b) Peningkatan distribusi
pendapatan sehingga mustahiq menjadi kelompok masyarakat dengan penghasilan mid
– income.
Setiap sumber
pendapatan negara dimanfaatkan untuk tujuan tertentu:
a) Membantu orang
yang tidak mampu
b) Menolong fakkir
maiskin
c) Menyiapkan perumahan
bagi orang yang miskin
d) Membayar gaji bagi orang yang mengumpulkan / mengelola
zakat
e) Melunasi utang orang yang tidak mampu
melunasinya
f) Menyebarkan Islam
di kalangan non muslim
g) Membebaskan budak
h) Membiayai kegiatan
sosial.
B. Sistem Perekonomian Pada Zaman Khulafa’urrosyidin
Adanya seorang
pemimpin atau Kholifah merupakan hal yang sudah di tentukan oleh Alloh, sebagai
bentuk sunnatulloh di bumi ini. Sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. Al An’am:
“Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan
Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat,
untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu
amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. Al An’am:165).
Dari ayat di atas
sangatlah jelas bahwa di angkatnya seorang kholifah sepeninggal Rasululloh
merupakan hal yang boleh dan di bolehkan.
Alloh menciptakan
langit serta bumi tidak serta-merta dalam satu waktu, akan tetapi dengan cara
bertahap, sebagai pengajaran kepada manusia bahwa hidup di dunia ini segalanya
harus di jalani dengan proses.
Dalam menjalani
hidup seorang manusia juga tidak mungkin cukup dengan seorang diri, di
perlukannya pasangan dan di perlukannya kawan sebagai bentuk ciri fitrah yang
melekat pada diri manusia sebagai makhluk sosial. Dalam bersosial terdapat
banyak sekali permasalah yang kompleks dan amat sangat rumit. Dalam
kerumitannya tersebuat akan bisa terselesaikandengan mengacu kepada satu titik
atau satu tokoh tertentu sebagai panutan dan pimpinanan, supaya terciptanya
kehidupan yang makmur dan sejahtera. Hingga sejalanlah tugas sebagai diri dari
masing-masing manusia adalah untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan
dalam hidup dan kehidupan (M. Syafii Antonio, 2009).
Juga merupakan
solusi yang sangat tepat saat itu. Maka di angkatlah Kholifah Abubakar sebagai
Kholifah yang pertama, di susul Umar,Utsman, dan Ali.
1. Ekonomi Islam Periode Abu
Bakar (632-634)
Setelah Rasulullah wafat, kaum muslimin mengangkat Abu Bakar menjadi khalifah
pertama. Abu Bakar mempunyai nama Lengkap Abdullah bin Abu Quhafah al-Tamimi.
Masa pemerintahan Abu Bakar tidak berlangsung lama, hanya sekitar dua
tahunan. Dalam kepemimpinannya Abu Bakar banyak menghadapi persoalan Dalam
negerinya, di antaranya kelompok murtad, nabi palsu, dan Pembangkang membayar
zakat.
Berdasarkan musyawarah dengan Para sahabat yang lain, ia memutuskan untuk
memerangi kelompok Tersebut melalui apa yang disebut sebagai perang Riddah
(perang Melawan kemurtadan) .
Sebelum menjadi Khalifah Abu Bakar tinggal di Sikh yang Terletak di
pinggiran kota Madinah. Setelah berjalan 6 bulan dari Kekhalifahannya, Abu
Bakar pindah ke pusat kota Madinah dan Bersamaan dengan itu sebuah Baitul Mal
dibangun. Sejak menjadi Khalifah, kebutuhan keluarganya diurus oleh kekayaan
dari Baitul Mal ini. Abu Bakar diperbolehkan mengambil dua setengah atau Dua
tiga perempat dirham setiap harinya dari Baitul Mal dengan Beberapa waktu.
Ternyata tunjangan tersebut kurang mencukupi Sehingga ditetapkan 2000 atau 2500
dirham dan menurut Keterangan 6000 dirham per tahun.
2. Ekonomi Islam Periode Umar
Bin Khottob (634-644)
Ketika Umar bin Khattab diangkat menjadi khalifah, ia mengumumkan
beberapa kebijakan-kebijakan ekonomi yang akan dijalankan selama masa
pemerintahannya.
Adapun cikal bakal yang menjadi dasar kebijakan ekonomi pada masa pemerintahannya
adalah sebagai berikut:
a. Negara mengambil kekayaan
umum sesuai dengan syara’ dan tidak mengambil hasil dari kharaj ataupun harta
fa’i kecuali dengan mekanisme yang sudah sesuai dengan syara’.
b. Negara menambahkan subsidi
serta menutup hutang. Dan memberikan hak atas kekayaan umum, pengeluaran yang
ada harus sesuai dengan haknya.
c. Negara hanya menerima harta
kekayaan yang berasal dari hasil yang sesuai dengan syara’.
d. Negara harus menggunakan
kekayaan dengan cara-cara yang sesuai dengan syara’.
Ketika pemerintahan Umar bin Khattab berlangsung, terjadi krisis tahun
Ramadah. Krisis tahun ramadah merupakan krisis ekonomi yang dapat digambarkan
berupa kelaparan yang berat, menimpa sebagian besar daerah pemerintahan, terjadi
kekeringan yang amat hebat di wilayah Hijaz, hingga akhirnya banyak rakyat yang
hijrah ke Madinah. Bahkan tak tersisa perbekalan sedikitpun pada penduduk.
Krisis ramadah ini terjadi pada tahun 18 H, yang berlangsung selama sembilan
bulan.
Adapun beberapa kebijakan ekonomi yang ia lakukan diantaranya:
a. Mendirikan Baitul Maal.
b. Membangun lembaga hisbah.
c. Membuat peraturan dalam
kepemilikan tanah, zakat hingga mata uang.
3. Ekonomi Islam Periode Utsman
ibn Affan (644-656 M)
Utsman ibn Affan merupakan khalifah ketiga setelah Umar ibn Khattab
(Arfah,2021). Kepemerintahannya adalah yang terlama dari keempat khalifah pada
masa khulafaurRasyidun, yakni tercatat dalam sejarah beliau menjabat selama
kurang lebih dua belas tahun.
Ekonomi pada masa kepemerintahan Utsman ibn Affan berkembang dengan cepat dan maju dengan menerapkan
beberapa prinsip politik dalam berekonomi.
Prinsip-prinsip yang diterapkan Ustman ibn Affan antara lain: (Rahmawati,
2015)
a. Pemberlakuan ekonomi politik yang berdasarkan syariat Islam.
b. Penentuan pajak dilakukan secara adil.
c. Umat Islam diharuskan menyerahkan sebagian hartanya yang telah
mencapai ukuran wajib zakat kepada baitul mal yang kemudian dibagikan kembali
kepada kaum yang membutuhkan.
d. Beberapa hak-hak umat diberikan secara menyeluruh.
e. Kaum kafir dzimmi dikenakan wajib zakat dalam bentuk harta yang
disebut jizyah yang kemudian diserahkan ke baitul mal yang digunakan untuk
beberapa keperluan dalam menjalankan roda pemerintahan. Selain itu, juga
pemenuhan ha-hak mereka secara adil.
f. Petugas zakat yang bekerja di baitul mal ditekankan amanah dala melakukan
tugastugasnya.
g. Melakukan pengawasan secara ketat terhadap pelanggran-pelanggaran
harta yang akan memunculkan kemudharatan bersama.
Masa khalifahan Utsman ibn Affan dalam menjalankan aktivitas perekonomiannya
khususnya dalam hal pemenuhan pemasukan Negara yang berasal dari kharaj,
ghanimmah (rampasan harta peperangan), usyur dan zakat. Kemudian dalam hal
belanja Negara dan pengeluarannya, pemerintahan ini seperti pembayaran gaji
para pemimpin, pembiayaan pelebaran Masjidil Haram, pembiaayaan pasukan laut, gaji
para pasukan, pembiayaan pantai, pembiayaan sumur, pembayaran gaji para pengurus
masjid, pembiayaan haji dan pembiayaan terkait dengan perkembangan dakwah Islam
(Rahmawati, 2015).
Keadaan ekonomi masa Utsman ibn Affan diterapkannya melalui beberapa
keputusan seperti membuat lembaga keamanan negara (armadalaut dan polisi pengaman), selama menjabat tidak mengambil
gaji dari negara, menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan secara
tepat dan adil.
Seiring dengan berkembanganya pengusasan wilayah tentu pemimpin setiap tempatnya
dan membutuhkan biaya yang bertambah pula, untuk itu pada masa keperintahan
Utsman ibn Affan melakukan pemaksimalan sumber pendpatan Negara dan melakukan
kebijakan pergantian Gubernur seperti Busra, Mersir, Asswaad dan beberapa
Gubernur lainnya.
Lebih rinci, beberapa kebijakan yang dilakukan oleh Ustman ibn Affan pada
masa itu dalam bidang ekonomi anatara lain sebagai berikut: (Qadariyah, 2018).
a. Guna mewujudkan kegiatan
perdagangan yang aman, maka dibuatlah semacam lembaga keamanan yang terdiri
dari petugas-petugas keamanan.
b. Impelemntasi dari keadilan
hukum, maka pemerintahan ini membangun beberapa gedung peradilan.
c. Melaksanakan pembangunan
disektor perairan.
d. Melakukan pembagian lahan
luas kepada orang-orang yang membutuhkan, yang sebelumnya lahan ini dimiliki
oleh para pemimpin Persia.
4. Ekonomi Islam Periode Ali ibn
Abi Thalib (656-661 M)
Ali ibn Abi Thalib adalah khalifah keempat setelah Ustman ibn Affan yang meninggal
dunia, beliau bergelar Karramahu Wajhah (Rasyid, 2015). Ali ibn Abi Thalib diangkat
menjadi khalifah di Masjid Nabawi di Madinah pada tanggal 24 Juni 656 M saat
berusia 57 tahun.
Masa jabatan Ali ibn Abi Thalib berlangsung selama 5 tahun Setelah Ali
ibn Abi Thalib diberikan amanah menjadi seorang khalifah pengganti Utsman ibn
Affan, beliau langsung memutuskan untuk memecat beberapa pemimpin kota yang
melakukan tindak pidana korupsi. Kemudian Ali ibn Abi Thalib mengambil alih
beberapa lahan perkebunan milik kerabat Utsman ibn Affan yang seblumnya
dihibahkannya.
Selain kedua hal di atas, Ali ibn Abi Thalib juga melakukan kebijkan
penyaluran harta kekakayaan tiap satu tahun sekali sebagaimana yang pernah dilakukan
oleh masa pemerintahan Umar ibn Khattab.
Pada saat ditugaskan sebagai pemimpin yang menggantikan Ustman ibn Affan,
Ali Abi ibn Thalib mengembalikan keadaan baitul mal ke posisi semula. Oleh
karena itu, beliau memberhentikan beberapa petinggi yang telah dipilih oleh
Utsman ibn Affan, karena sebelumnya beliau memberikan tanah yang kepada
keluarganya tanpa penjelasan yang sah, membagikan tunjangan kepada umat Islam
yang bersal dari Baitul Mal, mendesain ulang pemerintahan untuk membangun kembali
kepentingan, dan titik pusat pemerintahan dari Madinah ke Kuffah (Qadariyah,
2018).
Pada masa kekhalifahan Ali ibn Abi Thalib dalam kebijakan ekonomi kepemimpinannya
adalah sebagai berikut:
a. Penyaluran harta yang berasal
dari Baitul Mal kepada masyaraka yang dianggap memiliki hak atasnya.
b. Pembiayaan armada laut
dihapuskan dengan berbagai pertimbangan.
c. Anggaran Negara diperketat
dengan tujuan efisiensi.
d. Mencetak mata uang Negara
Islam sendiri.
Kebijakan ekonomi Islam pada masa pemerintahan Ali ibn Abi Thalib yaitu menetapkan
sebuah pajak pada para pemilik hutan dengan jumlah 4000 dirham Selain itu,
beliau juga mengizinkan Ibnu Abbas selaku Gubernur Kuffah untuk memungut zakat
pada sayuran-sayuran bumbu masakan.
Paada saat kekhalifahan ini juga memiliki aturan bahwa pemerataan
keuangan publik juga harus sesuai dengan kemampuan rakyat (Wahab, 2019).
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam mempunyai
pandangan yang jelas mengenai harta dan kegiatan ekonominya sebagaimana telah dicontohkan
oleh teladan kita Muhammad Rasulullah SAW Beberapa pemikiran ekonomi Islam yang
disadur ilmuwan Barat antara lain, teori invisible hands yang berasal dari Nabi
SAW dan sangat populer di kalangan ulama. Teori ini berasal dari hadits Nabi
SAW. sebagaimana disampaikan oleh Anas RA, sehubungan dengan adanya kenaikan
harga-harga barang di kota Madinah. Dalam hadits tersebut diriwayatkan sebagai
berikut:
“Harga melambung
pada zaman Rasulullah SAW. Orang-orang ketika itu mengajukan saran kepada
Rasulullah dengan berkata: “Ya Rasulullah hendaklah engkau menentukan harga”.
Rasulullah SAW. bersabda: ”Sesungguhnya Allah-lah yang menentukan harga, yang
menahan dan melapangkan dan memberi rezeki. Sangat aku harapkan bahwa kelak aku
menemui Allah dalam keadaan tidak seorang pun dari kamu menuntutku tentang
kezaliman dalam darah maupun harta.
Dengan hadits ini
terlihat dengan jelas bahwa Islam jauh lebih dahulu (lebih 1160 tahun)
mengajarkan konsep invisible hand atau mekanisme pasar dari pada Adam Smith. Inilah
yang mendasari teori ekonomi Islam mengenai harga. Rasulullah SAW dalam hadits
tersebut tidak menentukan harga. Ini menunjukkan bahwa ketentuan harga itu
diserahkan kepada mekanisme pasar yang alamiah impersonal. Rasulullah menolak
tawaran itu dan mengatakan bahwa harga di pasar tidak boleh ditetapkan, karena
Allah-lah yang menentukannya. Sungguh menakjubkan, teori Nabi tentang harga dan
pasar. Kekaguman ini dikarenakan, ucapan Nabi Saw itu mengandung pengertian
bahwa harga pasar itu sesuai dengan kehendak Allah yang sunnatullah atau hukum
supply and demand. Maka sekali lagi ditegaskan kembali bahwa teori inilah yang
diadopsi oleh bapak ekonomi barat, Adam Smith dengan nama teori invisible
hands. Menurut teori ini, pasar akan diatur oleh tangan-tangan tidak kelihatan
(invisible hands). Bukankah teori invisible hands itu lebih tepat dikatakan God
Hands (tangan-tangan Allah).
B.
Aplikasi
Dengan memahami historis sejarah kita mendapatkan gambaran untuk menentukan
kebijakan ekonomi islampada masa kini.
Daftar Pustaka
Heri Sudarsono,
Konsep Ekonomi Islam; Suatu Pengantar, Yogyakarta, Ekonista, 2002, Oc. Pit,
h.110
Ibnudin,
“Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Nabi Muhammad”, Vol. 5, No. 1, March 2009.
Karim, Adiwarman.
(2002). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam . Jakarta: The International Institute
of Islam ic Thought (IIIT).
Nuruddin,
Mhd.Ali, Zakat Sebagai Instrumen dalam Kebijakan Fiskal, jakarta: PT Raja
Grapindo Persada, 2006 h. 87-99.
Qadariyah, L.
(2018). Buku Ajar Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Duta Media Publishing.
Rasyid, S.
(2015). Kontroversi Sekitar Kekhalifaan Ali Bin Abi Thalib. Rihlah: Jurnal.Sejarah
Dan Kebudayaan, 2(01), 13–20.
Wahab, A. (2019).
PERBANDINGAN Perbandingan Alokasi Belanja Negara (Studi Komparasi Era
Rasulullah dan Khulafaurrasyidin dengan Era Pemerintahan Joko Widodo Periode
2014-2019). Wahana Islamika: Jurnal Studi Keislaman, 5(2), 66–93.
[1] Ibnudin, “Pemikiran
Ekonomi Islam Pada Masa Nabi Muhammad”, Vol. 5, No. 1, March 2009
[2] Karim, Adiwarman.
(2002). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam . Jakarta: The International Institute of Islam ic Thought (IIIT).
[3] Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi
Islam; Suatu Pengantar, Yogyakarta, Ekonista,
2002, Oc. Pit, h.110
[4] Nuruddin, Mhd.Ali, Zakat Sebagai Instrumen dalam Kebijakan Fiskal, jakarta: PT Raja Grapindo
Persada, 2006 h. 87-99
Komentar
Posting Komentar